Selasa, 28 Februari 2012

Makna Lagu "Sajadah Panjang" Bimbo

"Ada sajadah panjang terbentang
Dari kaki buaian
Sampai ke tepi, kuburan hamba
kuburan hamba, bila mati

Ada sajadah panjang terbentang
Hamba tunduk dan sujud
Di atas sajadah yang panjang ini
Diselingi sekedar interupsi


Mencari rezeki, mencari ilmu

...."

Anda mungkin masih ingat dengan syair diatas? Ya, itulah petikan lirik lagu "Sajadah Panjang" yang dipopulerkan oleh Bimbo di era 60an. Bimbo adalah sebuah grup musik Indonesia yang didirikan sekitar tahun 1967. Personil Bimbo terdiri atas Sam Bimbo, Acil Bimbo, Jaka Bimbo dan Iin Parlina. Berawal dengan Trio Bimbo yang banyak dipengaruhi Musik Latin. Lalu merilis album perdana di label Fontana Singapura dengan "Melati Dari Jayagiri" karya Iwan Abdurachman. Di era tahun 70-an, Bimbo identik dengan lagu-lagu balada yang cenderung berpola minor dengan lirik-lirik puitis.

Dipertengahan 70-an, Bimbo yang lalu diperkuat oleh Iin Parlina dari Yanti Bersaudara mulai menjamah lagu-lagu dengan tema-tema keseharian seperti "Abang Becak" hingga lagu-lagu yang titelnya menggunakan serial anggota tubuh seperti Kumis, Tangan hingga Mata yang cenderung bernada humor. Memasuki era 80-an Bimbo mulai bermain dengan lagu-lagu dengan tema-tema kritik sosial seperti "Antara Kabul dan Beirut" atau "Surat Untuk Reagan dan Brezhnev".

Namun, di sisi lain ciri khas sebagai kelompok religius pun melekat erat. Berawal dengan lagu "Tuhan" karya Sam Bimbo dan berlanjut dengan album qasidah di sekitar tahun 1974. Dalam perjalanan musiknya Bimbo juga banyak menjalin kolaborasi dengan sederet sastrawan seperti Wing Kardjo dan Taufiq Ismail. Peminat lagu relegi tidak asing lagi dengan potongan lirik di atas. Benar, lirik di atas adalah pembuka lirik “Sajadah Panjang” yang dipopulerkan oleh Bimbo. Lirik Sajadah Panjang sendiri merupakan ciptaan maestro puisi Indonesia, Taufik Ismail. Penulis menyukai lagu ini. Tak kenal waktu, Ramadhan atau bukan, lagu ini hadir sebagai selingan di tengah aktivitas sehari-hari. Lagu sajadah panjang ini merupakan semacam tausiyah bagi penulis.

Sajadah umumnya kita kenal sebagai alas untuk menunaikan shalat. Shalat sendiri merupakan ibadah dan amal saleh bagi yang mengerjakannya. Penulis memaknai bahwa barangkali Pak Taufik Ismail ingin menyampaikan, bahwa kehidupan manusia ibarat sajadah panjang. Sajadah telah terbentang sejak manusia dilahirkan hingga dijemput kematian, dihantar ke kuburan, dan sajadah pun ditutup.

Kehidupan seperti sajadah panjang yang terbentang. Kehidupan adalah tempat, ruang, dan wadah untuk beribadah. Tentu saja bukan ibadah dalam konotasi yang dipersempit seperti tafsiran sekulerisme. Ibadah bukan melulu shalat dan beri’tikaf dalam mesjid. Namun ibadah adalah menyesuaikan kehidupan dalam segenap aspeknya dengan tuntunan agama. Lalu bagaimana dengan aktivitas duniawi seperti Karyawan yang bekerja di kantor, guru yang mengajar di sekolah, pedagang yang berdagang di pasar? Bagaimana dengan sekolah, kuliah, kursus dsb? Bagaimana dengan keluarga, bermasyarakat, bernegara? Aktivitas-aktivitas tersebut niscaya bagi manusia. Islam pun tidak memerintahkan manusia menghindari atau meninggalkannya sama sekali. Dalam lirik Sajadah Panjang, Pak Taufik Ismail menyebut aktivitas seperti bekerja sebagai sebuah interupsi.

Islam melihat berkerja untuk menjemput rejeki adalah ibadah. Rasul bersabda, “Mencari rezeki yang halal adalah wajib sesudah menunaikan yang wajib (fardlu)". Seorang kepala rumah tangga wajib bekerja menghidupi anggota keluarganya. Seorang lelaki dewasa yang lajang juga wajib bekerja dengan kemampuannya. Bermalas-malasan justru merupakan perilaku yang dicela. Bekerja bernilai ibadah, tentu tetap dalam tuntunan agama. Sehingga pekerjaan seperti korupsi, memonopoli perdagangan, pelacur, perampok bukan tergolong pekerjaan yang bernilai ibadah atau amal saleh. Tentu betapapun bekerja, mencari rejeki, dan kesuksesan dunia bukan membuat kita lalai dari beribadah pada Maha Kuasa.

Kehidupan ibarat sajadah panjang. Kehidupan adalah tempat untuk beribadah. Sebelum sajadah dikatup, mari kita jalani kehidupan sebagaimana mestinya, menjadikannya sebagai ladang ibadah. Ibadah dalam konotasi komprehensif. Menjalani kehidupan, mengerjakan aktivitasnya dengan mengikuti tuntunan Allah dan Rasul-Nya.

Sajadah panjang, atau dalam arti sesungguhnya kehidupan dunia tidak akan digelar untuk kedua kali bagi kita. Selagi kita hidup, selagi sehat, selagi muda, bersegeralah dan berkonsistenlah untuk menjalankan kehidupan sebagai ibadah.

Tidak ada komentar :

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.